KISAH CINTA DI KOTA KARANG

https://fitriahbl.blogspot.com/2023/03/kisah-cinta-di-kota-karang.html 

 

KISAH CINTA DI KOTA KARANG

Di sebuah taman yang teduh, di awal Juli 1992, taman kebanggaanku UMK  saat  menimba ilmu pada jenjang D3  jurusan FKIP Bahasa dan Sastra Indonesia.Meskipun berdiri kokoh di tengah batu karang nan tandus. Namun tidak mampu melunturkan tekad dan keinginan yang kuat para  insan muda  dalam mencari ilmu di kampus biru itu. Terdata di sana ada kak Muhammad janting, kak Yunus , selaku menwa di masa itu. Juga  kak Idris Ola Wuan yang kini menjadi kepala desa di desaku Werangger Flotim- NTT menuju 4 priode kepemimpinannya. Alhamdulillah. Bila musim kemarau tiba. Daun pun berguguran semakin jelas Nampak krikil-kriki tajam terlihat karena rumput hijau akan layu dan kering  karena kekurangan klorofilnya. Debet air semakin menurun maka tak ayal bila penduduk  wali kota Kupang sering kekurangan air minum.

Karena belum ada pohon pelindung, juga rumah-rumah penduduk maka sangat terasa terik mentari seolah membakar bumi di sekitar kampus. Jika pergi ke kampus UMK, kami harus turun bemo di samping bangunan gedung keuangan Wali Kota yang baru di bangun saat itu. Selanjutnya kami  akan menyusuri jalan setapak agak mendaki menyusuri lorong penu krikil-krikit tajam . keadaan cuaca  amat panas menyebabkan wajah gadis-gadis cantik berbalut kerudung akan berubah coklat dan Nampak jelas garis pemisah antara kulit normal dan kulit yang berada di luar krudung.

 Bila musim pancaroba maka sering terjadi kebakaran hanya sebuah puntung rokok yang terlepas dari tangan mahasiswa yang tak sadar membuangnya sebelum mematikanya. Karena tertiup angin kencang yang menyambar rumput-ilalang kering. Asap membumbung tinggi ke langit wali kota menmbah panas suasana kampus itu,dalam situasi pancaroba ini, menamba risih bagi kami yang wajib memakai rok. Terkadang rok yang dikenakan para gadis yang berbadan ramping memilih memakai rok  kembang dan terkadang diterpa angin kencang dan ah memang angin itu nakal. Kondisinya terbalik. Para calon guru memakai celana panjang di bagian dalam sedangkan rok bagian luar untuk menghindari angin yang nakal itu.  

 Mau tidak mau inilh peraturan kampus khusus FKIP bahwa menjadi calon guru harus terlihat penampilan seperti guru karena guru itu di gugu dan ditiru dalam semua sikap , tutur, dan penampilannya. Walau berjalan dari kejauhan dosen sudah memastikan bahwa itu langkakah seorang calon guru. Agak ribet memang tapi itulah aturan di masa itu. Masa-masa mencari jati diri menjadi diri yang sejati.

 Masih teringat dengan jelas ucapan Bu Nai dosen cantik berdarah Ngada Bajawa. Beliau dosen yang lembut dan cantik serta sangat baik dalam memberikan materi  Wacana sehingga mampu memikat hati para mahasiswa yang tengah belajar bersamanya. Sungguh sikap menyenangkan namun tetap anggu dan berwibawa Subhanallah. Beliau adalah dosen senior dari Undana, masih terbilang banyak, diantaranya pak Sawardo, Pak Wakidi, Pak Feliks Sanga,Pak Giman, Bu Ratu Kore. Mereka sangat bagus dan tulus  dalam memberikan ilmu Bahasa dan Sastra. Tak ketinggalan peran serta dalam membimbing kami dosen-osen muda di masa itu yakni Pak Hasan Manu dan Pak Ahmad Bethan merupakan pemuda pilihan dari Lembata. Selain itu Pak Yeri Kusworo, Pak Taufiqurrahman, Pak Adam Asrakal dll, turut mewarnai pembentukan pribadi  kami sebagai calon guru . Semoga semua dosenku dalam lindungan Allah SWT yang maha rahman.

Salah satu pesan bu Nai yang masih teringat adalah” Dalam kondisi seperti ini perbanyaklah minum air putih, agar tidak terjadi hidrasi yang menimbulkan bibir pecah-pecah , panas dalam , kering kerongkongan karena kurang air. Bagaikan bunga mawar yang layu tak tersirami.”  Kami menyimak pesan itu dengan rasa yakin dan percaya sehingga kesokan paginya bertekat untuk membawa air minum karena waktu itu belum ada kantin terdekat .

 Tak terduga sebelumnya muncul pertanyaan dari teman yang gemar merokok bernama Lukman, “ Bu apa sih rahasianya sehingga ibu itu tetap cantik, dan segar meskipun sudah memiliki satu anak ?” pertanyaan yang cukup mengejutkan kami namun di jawab dengan satu senyuman penuh wibawa dari bu Nai.”  Bahwa agar tetap Vit dan cantik kita harus memilih makanan yang sederhana tapi bergizi selain itu perbanyak minum air putih dan saya selalu minum susu dankow setiap pagi dan sore hari.

 Semua mata tertujuh pada Bu Nai yang cantik, jawaban itu  cukup yakin dan salut. Tiba-tiba kelas kami tersontak gaduh oleh jawaban yang dari teman kami yang pendiam tapi humoris Erens Boi Mau ” kalau lukman Bu, dia gemar minum susu cap nona” kami semua menimpalinya dengan tertawa renyah. Terus Bu Nai kembali bersuara, kali ini pertanyaanya langsung kepada teman Erens . “Apa minuman kegemaranmu Erens”? “, Kopi susu,Bu , ibarat  Lukman dengan Petronela Lake sambil menunjuk kedua teman tersebut. Hal ini menamba gaduh kelas karena penuh candaan dan tawa menyelingi suasana belajar kami pada mata kuliah Wacana. Memang benar adanya si Lukman berkulit hitam manis  dari Mbai, sedangkan si petronela dari Soe. Suasana kelas kembali normal dengan hadirny soal 5 nomor mengakhiri perkuliahan kami. Kami semua dengan sungguh-sungguh menjawab pertanyaan lewat tulisan .sampai batas waktu yang ditentukan untuk soal tersebut. 

Senja semakin temaram, seusai kuliah wacana , ku berjalan menyusuri  lorong kampus, tepat di bawa poho samping musallah kampus , kudapati sesosok pria bertubuh tinggi, kulitnya putih, matanya memang agak sipit, berambut air sedang tersenyum manis padaku. Senyumnya begitu manis dalam balutan kaus hijau dipadu dengan jins putih. Subhanallah  terlihat amat gantaeng bak artis korea.. ku menatapnya dengan tatapan penuh tanya. Kumasih meyakinkan diriku apakah dia tersenyum untukku ? atau orang lain di belakangku?

Untuk membuktikan bahwa senyuman manis itu untukku atau bukan maka sengaja kutetap berjalan menuruni gang itu menuju  halte tempat pergantian penumpang di samping gedung keuangan. Langkah kupercepat karena takut kemalaman di jalan karena aturan di tempat tinggalku harus pulang sebelum masuk waktu Magrib tiba. Namun itu sulit ku gapai kareana jarak antara kampus dan tempat tinggalku harus  ganti dua kali. Yaitu dari kampus menuju terminal kota kupang kemudian naik bemo menuju Air mata. Tepatnya di panti asuhan putri ‘Aisyiyah di bawa asuhan Ibunda Ramsia Peni.

Karena tergesa ku takut ketinggalan bemo maka dengan langkah melebar ku berjalan tergesah bagai dikejar, namun terasa memang benar –benar dikejar oleh si ganteng bernama Mucksin yang biasa di sapa Sin. Sebelum sampai di sana ternyata langkahnya lebih cepat dan Alhamdulillah ku disapa dan kami saling berkenalan. Saling berbagi informasi tentang identitas diri, alamat dan jurusan dalam kuliah.

 Ternyata Sin dari Fakultas Ekonomi. Merupakan pilihan orang tuanya karena jurusan Manejemen Keuangan itu lebih menjajanikan , lebih cepat mendapat pekerjaan, namun belakangan ku ketahui darinya bahwa sebetulnya Sin, pemuda dari Maumere ini lebih suka dengan jurusan Sastra dan suka menulis cerpen dan puisi. Buktinya baru saja berkenalan Sin sudah mengirim puisi, ungkapan rasa cinta di kampus biru. Yang tertuang dalam diary.atau agenda batinnya. Di sana terukir indah namaku sebagai sumber ispirasi baginya dalam belajar. 

Hari- hari berlalu bagai dikejar kuberjalan  menuntut ilmu tanpa jemu, tak pedulikan siapa saja yang berusaha untuk menghambat mulusnya jalan dalam menuntut ilmu. Karena tekat sudah membaja, berpacu dengan waktu untuk melanjutkan cita-cita mulia menjadi seorang guru. Meskipun aturan-aturan itu sering kulanggar karena keadaan menanti bemo juga jarak yang agak jauh dari kampus namun inu Pembina ku sangat pengertian.

Hari demi hari terlewatkan dengan penuh semangatdalam dada, hingga saatnya menjelang ujian semester. Maka sebelum semester tiba semua mata kuliah praktek kami laksanakan, inilah saat-saat yang mendebarkan bila praktek mata kuliah Berbicara. Satu persatu kami tampil di podium dinilai oleh Pak Ahmad Bethan sebagai dosen pengujinya dengan disaksikan oleh semua teman kelas dan tak ketinggalan ade-ade tingkat menyaksikannya . hari-hari sebelumnya kami persiapkan diri dengan berkunjung ke perpus Wilayah karena petugas yang melayani adalah Pak Sutarno yang ramah dan menyenaangkan ketika melayani kami berkunjung, dan beliau adalah dosen mata kuliah perpustakaan yang hobinya selalu tersenyum.

Kami sangat antusias menyiapkan diri untuk tugas yang satu ini, harus berbicara di depan umum . satu persatu temanku tampil dan sambil menunggu giliran kuberusaha latihan karna ingin mendapatka yang terbaik. Namun Allah berkehendak lain . aku sungguh gagal total dalam ujian berbicara ini karena tiba-tiba terjadi peristiwa yang menggetarkan hati bagi siapa pun yang menjadi insan kampus saat itu. Ibarat pepatah mengatakan sudah jatuh tertimpa tangga pula. Apa yang terjadi diujung kisah ?

Pada saat menunggu giliran untuk berbicara tak terduga sebelumnya, kudikejutkan dengan hadirnya tamu tak diundang.menyodorkan padaku sebuah amplob besar yang padat berisi. Pembaca yang dirahmati oleh Allah SWT, mau tau apa isi amplop besar tersebut ? ternyata semua puisi yang kukirimkan sebagai balasan atas puisi-puisi cintanya semuanya dikembalikan saat itu. Saat -saat yang tidak enak, yang tidak diinginkan oleh siapapun yang siap mau menjalani ujian. Tapi inilah ujian hidup membuat   hati ini terasa ngeri-ngeri sedap.

Peristiwa ini mampu mempu mengurai fokus. Hapir tidak dapat menyelesaikan ujianku dengan sempurnah. Apa pun hasilnya itulah upayaku. Siapa yang menyangka siang itu seakanbadai prahara dating mengikis habis semua yang ada dalam pikiranku. Melemparkan aku ke sudut ruang kecewa tak bertepi. Hamper saja aku gagal mengikuti ujian praktek berbicaraku. Penampilanku tidak sesuai dengan persiapanku. Aku malu dan teramat malu melihar amplop itu pemicu segalanya. Membuat tertunduk muram bagai prajurit yang kalah dalam pepeangan besar. Solah memikul beban berat seluruh bumi beserta isinya. 

Aku marah tapi pada siapa aku harus mengeluh… pada kak Idris, tidak mungkinlah..pada kak Janting juga tidak mungkin karena merekalah pelindung kami adik-adiknya Kamsia, Kamsina, atau Kasma di Oepoi sekitar kampus Biru itu. Ya Allah… mungkin iilah krikil-krikil tajam yang harus kulewati. Jalan yang penuh liku, penuh makna untuk diresapi. Hanya kepada Allahlah tempat aku mengadu. Kutatap langit biru namun mendung tiba-tiba menyapaku. Grimis air mata tak tertahankan membasahi pipiku. Hari cerah penuh canda dan tawa berubah menjadi suram. Tempat yang biasa kami duduk saat menunggu kuliah dimulai seolah beku memandang sinis padaku.

Sungguh beruntung berteman dengan Sin , ada pesan yang pernah tertoreh untukku. Bukan lewat WA, FB, IG, atau Masenjer seperti saat ini. Namun lewat secarik kertas nan kumal karena sering dibaca. Selalu kuselip dibuku catatan harianku sebagai pelipur laranya hatiku. Pesan rasulullah .pesan ini disampaikan kepada sahabat Muadz bin Jabal, di tengah padang pasir yang terbentang senyap pada suatu malam yang gelap.pesan ini juga baik untuk kita, dan mungkin untuk generasi  selanjutnya yaitu: “ Hai Muadz perbaharuilah prahumu, sebab lautan yang bakal kau arungi sangat dalam. Ringankanlah bebanmu karena yanghendak kau daki amatlah tinggi, siapkan perbekalan, lanjutkan perjalanan yang akan kau tempuh begitu jauh. Dan ikhlaskan semua amal baikmu. Ketahuilah yang menguasaimu selalu yang maha tahu.”  

Berulang kali kubaca pesan rasulullah, sosok yang disebut namanya oleh milyaran manusia di seluruh jagad ini, sebagai kekuatan, suplemen batin dalam menghadapi tantangan hidup yang semakin berat dan lelah untuk dijalani selaku i seorang mahasiswa di kota karang ini.

Alhamdulillah kuwarnai hari-hariku dengan selalu berpikir positif untuk memecahkan masalah yang pelik bagi diriku. Kuputuskan untuk melangkah dengan pasti, menghadapi tantangan. Apa pun yang datang menghadang, menghambat belajarku. Kubertekad cinta boleh gagal namun tidak untuk cita-cita luhur.

Ku melangkah, langkahku sangat tegar bagai gunung batu meski sakit, kecewa, dan marah. Semuanya kulampiaskan dengan sikap diam. Diam membisu seribu bahasa  seakan tak ada masalah. Setelah kutau dari kaka semesterku bahwa ini adalah ulah dari mantan pacarnya. Meski aku telah tahu tapi kuputuskan untuk tetap diam. Mau dari pacar, sahabat, atau pun kerabat itu bukan urusanku.

Dua paekan berselang… astagfirullah… kuterima kabar yang mengejutkan dari teman dekatnya Rasyid yang juga teman sekelasnya bahwa Sin  tidak datang kuliah karena ia sakit. Ia terbaring lemah dikamarnya. Meski demikian Sin masih sempat mengirim puisi sebagai goresan isi hatinya yang amat pedih karena kejadian siang itu. Orang lain yang berbuat namun dialah yang kena getahnya. Inilah puisinya dengan judul :

                                 Irisan Hati

Senja kembali menghimpit perlahan

Meniti waktu sepekan sudah

Menatap lembaran gejolak kisah

Untuk tiada dikenang

 

Gejolak rindu datang menggoda

Merejam isi kalbu

Bagai beling mengiris hati

Perih… dan betapa sakitnya

 

Kerinduan menuntun angan

Petualangan menyusuri titian  kisah

Kini terlewati sudah 

Membawa diri terlena dalam senandung rindu

Terbuai pada malam yang sunyi.

 

Demikianlah isi goresan penanya pertanda  laranya sekaping hati. Membuat hatiku juga makin tak menentu. Namun ku tetap berpikir positif  meski diri ini sakit dan kecewa bahwa cinta tak selamanya harus saling memiliki. Seusai kuliah kuajak Rasyid agar mau mengantarku ke kediamannya walau dengan jalan kaki karena tak tega memikirkan Sin yang berbaring lemah di kamarnya. 

Setiba di tempat Sin ternyata benar adanya. Dia benar –benar sakit. Badanya sudah kurus. Namun setelah melihat kehadiran kami ia menyambut kami dengan senyuman walau tubuhnya masih terlihat lemah. Ada satu kelebihan dari Sin adalah ia pandai memasak dan menu paforitnya adalah ikan goring kami seua sangat suka memakan masakannya. Selain itu ia juga melukis bunga dan yang paling kusuka adalah kali grafi kesukaanku kalimat tauhid, “ Laa illaha illallah”. Kuingin memintanya melukis untukku namun sayang seribu sayang itu belum kesampaian dan Allah telah berkehendak lain.

Berada di samping Sin, seakan –akan berada di samping penyair pujangga angkatan 1993. Betapa tidak, di saat aku masih belajar tentang jenis-jenis puisi, rima puisi, dan unsur-unsur intrinsik lainnya namun Sin sudah banyak menghasilkan karya-karya puisinya yang dibukukan dalam diary. Yang kemudian dikirim untukku karena baginya aku adalah sumber inspiransinya untuk itu kubertekad suatu saat nanti akan kukembangkan kisah tersusun kronologis ini menjadi sebuah novel yang bertema kisah cinta di kampus biru.

Berikut ini adalah puisi kiriman darinya seusai bersilaturahim di rumahnya:

                     Bimbang di Ujung Penantian

Kala kuterbaring dalam lesu

Di ujung penantian

Menanti hadirmu di pembaringan

Membawa selembar selimut cinta

 

Kala kau dating padaku

Menjelma dalam mimpi

Menggores luka tak bertepi

Di sudut hati di malam dingin

 

Saat kuterjaga dalam diam

Bimbang meniti hari

Antara harapan dan putus asa

Di akhir kisah tak bertepi

 

Beberapa kisah terlewati sudah

Penantian membeku menjadi sebuah sejarah  cinta

Tuk dikenang dengan ukiran

Tinta air mata duka

 

Walau kisah ini tak kau kenang

Do’a tetap menjelma

Di antara jari-jari yang terkulai lemah

Menati harapan yang kian pudar  

 

Banjir air mata tak terbendung lagi. Sehingga membasahi kertas yang berisi puisi ini. Namun tekadku bulat. Kukuatkan hatiku untuk terus tegar melngkah. Karena bagiku ini adalah ujian Allah dalam perjalanan panjang menuntut ilmu, menggapai cita-cita mulia menjadi seorang guru Bahasa dan Sastra Indonesia.

Alhamdulillah Sin sudah pulih dari sakitnya seusai kami bersilaturahmi ke rumahnya. Ketika benar-benar pulih kumeminta waktu khusus untuk bertemu empat mata, sebagai upayaku untuk untuk menyelesaikan masalah yang kuhadapi karena sangat menggagu belajarku. Sin pun mengiyakanya. Seperti biasa mengurus persoalan lain selalu kami lakukan setelah kuliah dengan harapan tidak mengganggu jalannya kuliah kami.

Siang itu kami sepakat untuk bertemu di tempat yang sangat sejuk di bawah rindangnya sebuah pohon di simpang tiga. Tempat biasanya para mahasiswa melepas leleh seusai mengerjakan tugas-tugas. Mereka bercanda ria melepas ketegangan hidup sebelum melanjutkan rutinitas di rumahnya. Dan akh tak terasa tepatnya 11 Oktober 1993 jam 12 siang itu. Hari kelabu penuh dengan air mata dengan membaca Bismillah kuambil keputusan untuk berpisah dengan Sin.

Sebelum mengambil keputusan kuminta kejujuran dari Sin, karena bagiku kejujuran adalah modal dasar dalam segala hal sebagai ummat Muhammad SAW tauladan utama dalam mengarungi hidup ini. Dan Alhamdulillah tempat itu menjadi saksi abadi atas kejujuran hati Sin. Bahwa sebenarnya ia pernah bercinta dengan seorang gadis cantik. Sejak saat itu pun aku minta berpisah saat itu. Tak banyak kata yang terucap. Dengan rasa haru yang dalam diah meraih tangganku, digemggam erat tangan ini dan perlahan mendekapku sebagai tanda perpisahan yang panjang dari dua insan yang pernah bercinta . burung-burung pun berkicau di atas dahan seakan merasakan betapa perihnya dua insan yang bercinta kemudian sepakat untuk berpisah. Terik mata hari di siang itu berubah menjadi mendung duka . titik-titik air mata membasahi pipi seakan tak rela berpisah untuk selamanya.

Tak banyak kata yang terucap . tiba- tiba kamidikejutkan dengan suara motor ternyata itulah teman akrab kami Nawir dan Rasyid yang tadinya sudah tau kalo kami sudah duluan ke tempat itu. Alhamdulillah merekalah saksinya hari ini kami resmi berpisah untuk menjalani kehidupan masing-masing. Hanya satu pesanku,” jika kamu mencintaiku maka lanjutkanlah perjalanan cintamu karena dia wanita  punya rasa, sama sepertiku. Sejatinya seperti pujangga cinta tak selamanya saling memiliki.”

Meski dengan hati yang berat, Sin terima jua kata pisah itu, walau hatinya begitu perih bgai teriris sembilu saat berpisah denganku. Keesokan harinya kutrima puisi  dari Sin pemuda sipit bagai pemuda korea namun berdarah Maumere Kab. Sikka NTT sedangkan aku berdarah Adonara- kab. Larantuka yang disatukan dalam taman pendidikan UMK dalam latihan kader Darul Arkom Dasar( DAD). Di situlah bunga cintai itu bersemi di taman hati namun tak bisa menyatu untuk selamanya. Inilah puisinya:

                          Awal Cinta Kita

Kasih…..!

Pandanglah keagungan di sana

Hingga batas kemampuan sinarmu

Luasdan perkasanya semua ini

Dialah kehidupan yang harus kita lalui

Kasihku…..!

Di sini kujabat tanganmu

Di sini jua kulepas kepergianmu

Berlayarlah di atas kebenaran

Dengan sampan ketegaranmu 

 

Kasihku….!

DAD menjadi awal pertemuan kita

Dan kini DAD usai sudah

Perpishan pun dating merenggut ceria

Tapi cintaku kau bawa pula.

 

Usai membaca puisi dari Sin. Sin yang pernah singga di hatiku. Sebagai temanku, juga pujanggaku. Ku menahan sejuta rasa… rasa sesak di dada, rasa rindu yang mengebu, rasa malu namun pada akhirnya kusadari bahwa sesama insan harus saling memberi dan menghargai, bahwa menurut kodratnya cinta itu suci maka harus disucikan dalam sikap dan perbuatan. Sesungguhnya aku pun masih mencintaimu Sin dengan nama samara Itsin kemudian dipermanis dengan Vitsin. Jika melihat bumbu penyedap rasa ini pasti mengingatku  katanya. Itulah nama yang terukir dalam lubuk hatiku jua.

 

   Waingapu, 01 April 2023

                         Tri        

 

 

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

puisi perpisahan kelas 9 PADAMU AKU BERCERMIN

ACARA PENGUMUMAN KELULUSAN DAN PERPISAHAN SISWA KELAS IX TP. 2022/2023

RESUME LANGKAH MENYUSUN BUKU SECSRS SISTEMSTIS